Selasa, 10 Januari 2017

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN BAGI ANAK DENGAN GANGGUAN EMOSI DAN PERILAKU

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN BAGI ANAK DENGAN GANGGUAN EMOSI DAN PERILAKU
A.    Pentingnya Asesmen Bagi Anak Tunalaras
Asesmen merupakan salah satu komponen terpenting dalam rangkaian proses pengembangan program layanan bagi ALB. Kauffman (1985) mengemukakan pentingnya asesmen, antara lain :
1.    Anak hampir tidak pernah merujuk dirinya sendiri untuk mendapat layanan khusus. Rujukan untuk memperoleh asesmen selalu dilakukan oleh orang dewasa, mungkin orangtua, guru, saudara, pemuka masyarakat, atau pekerja sosial, baik karena diidentifikasi secara individual maupun merupakan hasil penjaringan masal. Oleh karena itu, proses asesmen harus melibatkan secara langsung dengan anak yang bersangkutan dan orang dewasa lain yang dekat dan mengetahui seluk beluk anak. Hal ini juga dimaksudkan untuk mengetahui pandangan dan pendapat anak tentang masalah yang dihadapinya.

2.    Masalah yang sebenarnya disandang anak, terutama berhubungan dengan kelainan nonfisik, sering berbeda dengan yang terlihat.
Contoh kasusnya adalah seorang anak laki-laki kelas 2 SMP yang semula termasuk murid yang pandai, rajin, mempunyai pergaulan yang baik, aktif dalam organisasi sekolah, tiba-tiba menunjukkan perilaku yang berbeda, yaitu sering tidak masuk sekolah, pasif, dan tidak mengikuti ekstra-kurikuler sama sekali. Berbagai upaya untuk memperbaiki perilakunya, seperti nasihat, hadiah, hukuman, bimbingan intensif oleh guru BP ternyata tidak berhasil mengubah perilaku anak ini. Bahkan surat panggilan untuk kedua orangtuanya juga tidak dibalas. Kedua orangtuanya baru mau datang bersama anaknya setelah ada ancaman dari sekolah untuk mengeluarkan anak ini dari sekolah. Di sekolah, ketiga orang ini mengadakan pertemuan dengan tim khusus sekolah yang terdiri dari guru, kepala sekolah, guru BP, guru PLB, psikiater, dan psikolog. Dari pengamatan selama pertemuan, anak ini selalu manja dan dekat dengan ibunya, tim sekolah menyimpulkan anak ini menderita anxity separation, cemas berpisah dengan ibunya. Tetapi, waktu tim sekolah secara tanpa pemberitahuan mengadakan kunjungan rumah, diketahui bahwa bolosnya anak ini dari sekolah karena membela ibunya yang disiksa oleh bapaknya yang berubah menjadi pemabuk sejak dipecat dari pekerjaan beberapa bulan lau. Tanpa ada asesmen, masalah yang sebenarnya pada anak tidak akan pernah diketahui.

Karena masalah sebenarnya disandang anak sering berbeda dengan yang terlihat, Mc Longhlin dan Lewis (1981) menganjurkan agar asesmen terhadap anak, apapun gejala yang dilaporkan saat dirujuk, dilakukan secara komprehensif. Dengan demikian, semua jenis masalah/kelainan yang disandang anak akan terungkap.

B.    Instrumenyang Dipakai dalam Proses Asesmen Ketunalarasan
1.    Kauffman (1985) mengelompokkan instrument dalam identifikasi dan asesmen berdasarkan alat instrumen
a.    Tes Standard / Baku
Tes standard / baku ini memiliki keuntungan dan kelemahan. Keuntungan dari tes baku ini yaitu kita dapat mengetahui apa yang telah dipelajari anak dalam perbandingan dengan teman sebayanya dan tes ini juga memberikan gambaran kemampuan yang dimiliki anak dan hal-hal yang masih memerlukan pembinaan khusus. Sedangkan kelemahannya yaitu kemungkinan bisa karena perbedaan budaya, bahasa, keadaan sosial-ekonomi, dsb. Contohnya tes kepribadian mungkin memasukkan pertanyaan yang dapat dijawab oleh satu kelompok, tetapi kelompok yang lain tidak dapat menjawabnya.
Tes baku yang dapat dipakai yaitu tes intelegensi dan tes kepribadian. Tes inteleginsi untuk mengukur kemampuan anak, sedangkan tes kepribadian untuk mengukur traits (karakteristik) atau mekanisme psikis dasar yang menyebabkan berbagai pola perilaku. Tes ini dapar berupa angket, melengkapi kalimat, atau jenis projective (mengukur, menulis bebas).

b.    Wawancara
Wawancara dapat dilakukan terhadap anak yang bersangkutan atau orang dewasa yang mengetahui tentang anak. Wawancara tersebut dapat berupa percakapan bebas atau pertanyaan terstruktur untuk mengetahui perilaku anak. Wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi tentang interaksi dan pandangan terhadap orang lain, jenis perilaku yang baik dan menyimpang, serta jenis asesmen yang masih diperlukan untuk melengkapi hasil wawancara.

c.    Observasi dan rating
Cara yang bersumber dari konsep psikodinamika bahwa masalah perilaku berlatar belakang dari konflik psikis yang tersembunyi sebesnarnya mempunyai tingkat reliabilitas rendah. Konsep behavioristik mulai menekankan observasi langsung atas perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari, dengan asumsi bahwa apa yang terjadi sebelum dan sesudah perilaku menyimpang muncul sangat berpengaruh pada perilaku tersebut.

d.    Tes Fisik dan Psikofisiologis
Kondisi fisik anak perlu diasesmen dengan menekankan pada pemeriksaan syaraf, otak, atau jantung. Asesmen tesebuthanya dilakukan oleh tenaga medis. 

2.    MC Loughlin dan Lewis (1981) mengelompokkan instrumen identifikasi dan asesmen berdasarkan obyek yang diukur
a.    Identifikasi perilaku menyimpang
Instumen yang paling sering dipakai untuk mengidentifikasi penyimpangan perilaku adalah checklist dan rating scale, yang diisi oleh orang lain yang telah mengamati dan mengetahui anak dalam waktu lama. Keduanya sebenarnya hanya alat penjaringan yang harus diikuti asesmen dengan instrumen lain yang lebih mendalam.
Ada rating scale dan checklist yang telah dibakukan sebagai perbandingan bagi yang akan mengembangkan instrumen, instrumen tersebut diantaranya :
1)    Behavior Rating Profile
BRP terdiri dari beberapa bagian yang diisi murid sendiri, guru, orang tua, dan teman sejawat. Contoh :
-    Diisi oleh murid:Saya sering melanggar aturan yang dibuat orang tua.
-    Diisi oleh orang tua:Anak tersebut sering melanggar aturan yang saya buat.
Hasil tersebut akan menjadi profile yang menunjukkan tingkat penyimpangan perilaku anak.

2)    Walker Problem Behavior Identification Checklist
WPBIC diisi oleh guru, murid kelas 4, 5, dan 6. Guru hanya memberi tanda pada pernyataan yang telah diamati pada anak selama 2 bulan terakhir. Contoh :
-    Acting Out : mengeluh tentang ketidakadilan dan diskriminasi orang lain padanya
-    Withdrawal : menghindari perhatian orang lain terhadapnya.
-    Distructability : tidak mencoba membatasi urusan sendiri tanpa pengendalian orang lain
-    Hasil checklist dimasukkan dalam kartu profile yang menggambarkan perilaku anak secara keseluruhan.
3)    Burk’s Behavior Rating Scale
BBRS dipakai guru atau orang tua untuk mengidentifikasi pola perilaku patologis anak kelas 1 SD sampai dengan kelas 3 SLTP. Contoh kategori BBRS :
-    Menyalahkan diri sendiri secara berlebihan
-    Cemas secara berlebihan
-    Menyembunyikan diri secara berlebihan
-    Kelemahan kemampuan ego
-    Kelemahan perhatian
Guru atau orangtua akan member tanggapan atas pernyataan dengan skala 1s.d 5. Nilai 1 berarti perilaku yang disebutkan tidak pernah diamati pada anak. Sedang nilai 5 berarti perilaku itu sering dilihat pada anak.
Contoh pernyataan BBRS:
-    Kelemahan perhatian : menunjukkan perilaku tak menentu, mengambang atau terpecah perhatian
Pola perilaku anak dapat terlihat pada kartu profile setelah hasil pengamatan dimasukkan dalam profile tersebut. 

4)    Devereux Behavior Rating Scale
DBRS dibagi menjadi 3 yaitu devereux child behavior scale, devereux elementary scholl behavior rating scale, devereux adolescent behavior rating scale. DCDS diisi oleh orang tua anak berumur 8 – 12 tahun. Skala ini berupa deskripsi perilaku dan orang tua memberi tanda untuk menentukan sering tidaknya perilaku muncul dan bagaimana perlaku tersebut. beberapa faktor yaitu :
-    Perhatian mudah terganggu
-    Kelemahan bina diri
-    Secara emosional terlalu terikat
DESB berupa deskripsi perilaku anak yang harus diisi oleh guru anak kelas
1 – 6. Faktor perilaku pada DESB yaitu :
-    Gangguan dikelas
-    Tidak sabar
-    Cemas akan prestasi belajarnya
-    Tidak menghormati orang lain.
DAB diisi oleh orang tua dengan cara yang sama seperti DCBS dan DESB. Jenis perilaku, berbeda karena kala ini dikembangkan bagi anak 13 – 18 tahun. Faktor jenis perilaku yaitu :
-    Perilaku tidak adil
-    Melanggar dan melawan
-    Sadis dan selalu ingin menang
Banyak intrumen baku yang dibakukan di negara berbahasa Inggris, namun di Indonesia belum ada pengembangan maupun pembakuan instrumen. Meski telah mengembangkan penuntun deteksi diri ATL di sekolah,tetapi instrumen ini belum dibakukan dan kurang sensitif terhadap berbagai perilaku yang mungkin ditunjukan oleh anak.
Gambar 1 Deteksi dini anak tuna laras
No.    Gejala yang diamati    Nilai
1.    Sikap membangkang  
2.    Mudah terangsang emosi  
3.    Tindakkan sering melanggar hukum  
4.    Sering melakuan tindakan agresif    

b.    Identifikasi perilaku murid
Mengevaluasi secara lebih khusus perilaku anak dalam situasi belajar dikelas bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan sosial emosional dan perilaku di kelas meliputi :
1.    Ketrampilan menyesuaikan guru
Mematuhi aturan yang berlaku
Anak dikatakan berperilaku menyimpang jika menunjukkan perilaku seperti menggangu, tidak pauh, malas, atau tidak memperhatikan. Salah satu cara mengukur perilaku yaitu dengan observasi. Aspek lain yang perlu diamati dalam kepatuhan pada aturan sekolah adalah pengendalian diri.
Gambar 2 Pengukuran pengendalian diri
No.    Pernyataan    Saya dapat mengerjakan dengan baik    Cukup    Perlu perbaikan
1.    Saya dapat memusatkan perhatian pada guru.          
2.    Saya ingat apa yang harus saya lakukan.          
3.    Saya dapat menyelesaikan tugas setelah tahu apa yang harus saya lakukan.          
4.    Saya dapat menduga apa yang akan terjadi jika saya menimbulkan kekacauan.          
5.    Saya dapat menjelaskan norma yang saya rasakan.          

Kebiasaan belajar dan bekerja
Menurut Wallace dan Kauffman (dalam Mc Loughlin dan Lewis, 1981) kebiasaan belajar dan bekerja yang baik meliputi:
a)    Menerima tugas yuang diberikan oleh guruMenyelesaikan
b)    Tugas sesuai dengan waktu yang disediakan
c)    Rajin dan teliti
d)    Berpartisipasi dalam kegiatan kelompok
Keempat aspek tersebut kemudian dijabarkan dalam seperangkat pertanyaan yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam proses asesmen, dbaik dengan angket maupun wawancara.
Broun (dalam Mc Loughlin dan Lewis, 1981) menyuebut kebiasaan belajar dan bekerja yang baik sebagai perilaku belajar mandiri, salah satu karakteristiknya antara lain:
a)    Kemauan menunjukkan kepada orang lain apa yang diketahui dan dipelajari
b)    Umumnya dikerjakan sendiri
c)    Memerlukan kemampuan cara belajar mandiri
d)    Diperoleh melalui tugas kelas, pekerjaan rumah, tes atau wawancara
e)    Belajar secara induktif dari teman, guru, dan orangtua

2.    Sikap
Prestasi belajar ALB mungkin dapat mempengaruhi sikap terhadap dirinya sendiri, sikap terhadap sekolah, dan terhadap proses belajar.
Beberapa aspek yang berkaitan dengan sikap murid yaitu konsep diri, sikap terhadap sekolah, dan terhadap proses belajar.
Satu instrument baku untuk mengukur konsep diri adalah the Piers. Harris Children’s Self Concept Scale. Selain itu, jenis instrument untuk mengukur self-concept mungkin berupa wawancara, angket dan observasi. Sikap terhadap sekolah dapat diukur dengan berbagai instrument seperti: observasi, wawancara, rating scale, atau check list.

3.    Interaksi dengan teman dan guru
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ALB sering dianggap lebih sukar menjalin hubungan yang baik dengan guru dan teman, kurang dikehendaki oleh guru dan teman, tidak sepopuler anak normal, kurang menarik dan biasanya tidak bahagia. I. Bropy dan T. Good (dalam Mc. Loughlin dan Lewis, 1981), instrument asesmen interaksi anatar guru dengan murid disebut the Bropy Good Teacher-child Dyadic Interaction System. Instrumen ini menunjukkan apakah suatu interaksi dimulai oleh guru atau murid, dalam tiga macam setting di kelas, yaitu umum, membaca, dan mengerjakan tugas. Lima macam interaksi yaitu:
-    Kesempatan respon: anak secara terbuka mencoba menjawab pertanyaan dan masalah yang diberika oleh guru
-    Resitasi anak membaca dengan keras, mendeskribsikan pengalaman, mengamati table matematika, atau menyajikan sesuatu secara lisan
-    Kontak procedural: guru member komentar atau membetulkan perilaku anak
-    Umpan balik: guru member umpan balik atas perilaku siswa

C.    Strategi dalam Pelaksanaan Identifikasi dan Asesmen bagi Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku
Strategi merupakan penedekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Dalam melakukan asesmen untuk anak dengan gangguan emosi dan perilaku, diperlukan sebuah strategi, dimana strategi tersebut harus disesuaikan dengan kapan seharusnya anak itu perlu untuk diasesmen. Didalam strategi tersebut harus terdapat berbagai jenis metode atau  instrumen (contoh : rating scale, wawancara, observasi) dan berbagai sumber dan informasi (murid, guru, orang tua, teman sebaya). Masing-masing strategi tersebut memiliki tujuan yang berbeda dalam proses penilaian, dan masing-masing memiliki kelebihan unik dan kerugian.
Berikut beberapa strategi asesmen secara umum yang digunakan untuk mengevaluasi anak-anak dengan gangguan emosi dan perilaku:
1.    Wawancara dengan anak, orangtua, dan guru
Strategi ini berupa daftar pertanyaan tertentu yang disajikan oleh pewawancara untuk memperoleh tanggapan dari seorang informan. Tujuan dari strategi ini adalah untuk menyediakan sebuah gambar dari anak yang terlihat bermasalah seperti yang dirasakan oleh informan, menyediakan informasi tentang konteks lingkungan dimana perilaku bermasalah sedang terjadi, menyediakan perkembangan penting, informasi sejarah tentang anak. Hasilnya digunakan untuk merumuskan penilaian pertanyaan dan strategi penilaian berikutnya.

2.    Pemeriksaan catatan anak
Strategi ini berupa pemeriksaan catatan kumulatif, riwayat kedisiplinan, dan cacatan lain dari kinerja/prestasi sekolah. Tujuan dari strategi ini adalah untuk menyediakan dokumentasi masalah-masalah yang ada dari waktu ke waktu dan memberikan beberapa indikasi apakah perilaku anak mungkin dapat mempengaruhi pembelajaran.

3.    Skala penilaian orang tua, guru, dan anak
Strategi ini biasanya terdiri dari item yang mana tarif informan dalam hal keparahan (misalnya, ringan, sedang, berat) atau frekuensi kejadian (misalnya, tidak pernah, jarang, sering). Skala penilaian mungkin bisa formal atau informal. Skala penilaian formal sering digunakan untuk menentukan kelayakan, karena mereka menyediakan perbandingan normatif tentang perilaku anak-anak. Skala penilaian informal melayani berbagai tujuan, seperti identifikasi tertentu menunjuk pada hari ketika perilaku bermasalah terjadi.

4.    Pengamatan pada keadaan kebiasaan atau alamiah
Strategi ini menjelaskan 2 pengamatan, yaitu pengamatan anekdotal dan sistematis. Pertama, pengamatan anekdotal adalah rekaman narasi dari perilaku siswa, dimana mereka sering digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan fungsi atau tujuan dari perilaku siswa. Kedua, pengamatan sistematis mencerminkan akun yang diukur dari perilaku siswa. Tujuan dari strategi ini adalah untuk menyediakan sebuah gambaran dari perilaku spontan siswa dalam keadaan sehari-hari, menyediakan sebuah catatan sistematis dari perilaku anak yang dapat digunakan untuk penanganan, menyediakan verifikasi guru dan laporan orangtua tentang perilaku anak.

5.    Penilaian medis
Strategi ini berupa evaluasi kejiwaan dan medis lain yang dirancang untuk mendiagnosa gangguan emosianal atau perilaku dan atau masalah medis lainnya. Tujuan dari strategi ini adalah untuk mengesampingkan atau keluar dari gangguan emosi atau perilaku dan atau kodisi medis lainnya, mungkin termasuk identifikasi dari intervensi medis yang tepat, seperti sebagai obat.
6.    Penilaian yang mengacu pada standar, norma kecerdasan, akademik, dan daerah lain yang menjadi perhatian
Strategi ini berupa pengukuran kecerdasan, akademik (membaca, matematika, menulis), komunikasi, keterampilan gerak, dll. Tujuan dari strategi ini adalah untuk mengesampingkan atau keluar dari daerah lain yang diduga kelainan, untuk menyediakan perbandingan normatif dari kemampuan dan kinerja anak, untuk membantu dalam penentuan kelayakan.

7.    Penilaian perilaku fungsional
Strategi ini berupa penggabungan berbagai teknik dan strategi untuk mengidentifikasi penyebab dari perilaku, fokus pada identifikasi biologis, sosial, afektif, dan faktor lingkungan yang memicu dan memelihara perilaku yang bermasalah. Tujuan dari strategi ini adalah untuk menentukan fungsi perilaku, intervensi bisa dikembangkan dan diimplementasikan dengan memanipulasi pendahulu dan konsekuensi berikutnya, perilaku bermasalah, dirancang untuk mengajarkan anak lebih tepat, perilaku alternatif dan untuk mencegah perilaku terjadi dengan menyediakan dukungan perilaku positif

8.    Strategi penilaian informal lain seperti pemeriksaan dari sampel kerja, uji kriteria yang direferensikan, dan penilaian kurikulum dasar
Strategi ini berisi analisis kesalahan, analisis intruksional dan variabel kurikulum yang perlu dipertimbangkan ketika merencanakan kurikulum dan pengajaran. Tujuan dari strategi ini adalah untuk mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan anak-anak secara spesifik melalui konteks dari kurikulum pendidikan secara umum.


D.    Pihak yang terlibat dalam pelaksanaan identifikasi dan asesmen anak ketunalarasan
Proses asesmen anak tunalaras sampai dengan penyusunan program layanan khusus akan melibatkan satu tim multidisipliner, antara lain:
1.    Tenaga kependidikan
a.    Guru kelas
Guru kelas diharapkan dapat mengumpulkan informasi tentang prestasi akademik dan keadaan sosial-emosi anak. Ini dapat dilakukan baik dengan tes formal maupun alat pengumpul data informal yang lain.
b.    Guru PLB
Guru PLB bertugas mengumpulkan data prestasi anak dalam kondisi yang lebih khusus dan individual.
c.    Administrator
Administrator sekolah (pengawas, kepala sekolah) diharapkan dapat menambah informasi yang ada tentang anak.

2.    Orangtua dan anak
Orangtua dan anak diharapkan dapat memberikan informasi tentang semua aspek perkembangan. Hal ini perlu dilakukan terutama jika anak memang telah mencapai usia sekolah dan orangtua memang berkeinginan mengikuti proses asesmen.

3.    Tenaga bantu kependidikan
a.    Psikolog
Psikolog perlu dilibatkan untuk menetapkan apakah anak memang memerlukan layanan khusus dan untuk mengadministrasikan dan menafsirkan beberapa tes, seperti tes intelegensi, tes kepribadian, bahkan tes prestasi belajar.
b.    Ahli bina bahasa dan wicara
Ahli ini bertugas mendiagnosis dan nanti membina anak yang menunjukkan gangguan bahasa dan wicara.

4.    Tenaga medis
Tenaga medis ini meliputi dokter, perawat, atau tenaga lain yang sudah menangani kesehatan anak yang bersangkutan, termasuk psikiater, neurolog, operthalmolog, paediatris, dan dokter ahli yang lain. Informasi yang diperlukan adalah semua masalah/gangguan, kondisi, dan jenis penyakit yang mungkin diderita anak.

5.    Tenaga yang berkaitan dengan perkembangan motorik
a.    Guru pendidikan jasmani khusus
Guru ini bertugas mengadakan pengukuran tentang pola perkembangan fisik, fitness fisik dan motorik, serta ketrampilan anak dalam berbagai kegiatan seperti menari, bermain, olahraga, dsb.

b.    Ahli terapi fisik dan terapi okupasi
Ahli ini bertugas mengetahui semua kemampuan fungsi motorik yang tidak dimiliki anak dan memerlukan terapi, baik gerak motorik halus maupun kasar.

6.    Tenaga yang berkaitan dengan kondisi emosi-emosi
Hal ini bisa mencakup guru bimbingan dan konseling dan pekerja sosial, dimana mereka mungkin akan melakukan kunjungan rumah (home-visit) untuk mengetahui lebih banyak tentang latar belakang kehidupan anak.

7.    Tenaga terkait lain
Tenaga lain yang mungkin terlibat misalnya anggota keluarga atau masyarakat yang mengetahui perkembangan anak.
Hasil asesmen ini selanjutnya akan dibawa oleh semua tim dalam rapat untuk menentukan jenis dan intensitas layanan yang diperlukan anak, termasuk penempatan anak di sekolah. Dengan demikian, anak diharapkan memperoleh kualitas layanan yang sesuai dengan kebutuhan individual anak. Layanan pendidikan di sekolah dapat memilih salah satu dari berbagai alternatif yang ada, yaitu kelas biasa, guru konsultan, guru kunjung, pull out, kelas khusus, atau sekolah khusus. Penempatan pada salah satu model di atas ditetapkan berdasarkan hasil asesmen oleh tim.

E.    Pelaksanaan Identifikasi dan Asesmen Anak Ketunalarasan
Asesmen ini dilaksanakan setelah melakukan proses identifikasi anak. Adapun waktu pelaksanaan identifikasi dan asesmen bagi anak tunalaras yaitu :
a.    Saat ingin mengetahui mengenai identitas anak secara lengkap dan terperinci
b.    Saat anak yang mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social, emosional/ tingkah laku) dalam pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal)
c.    Saat ingin mengetahui kelemahan/ kesulitan anak dalam satu hal, kekuatan/potensi/kemampuan dan kelebihan anak dalam satu hal, serta kebutuhan layanan khusus yang diperlukan utnuk mengatasi satu hal.
Sedangkan, tempat identifikasi dan asessmen bagi anak tunalaras
a.    Sekolah
b.    Rumah
c.    Klinik tumbuh kembang, klinik fisioterapi dan klinik bina bicara (speech therapy)
d.    Lembaga konsultasi bagi anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus
e.    Laboratorium pendidikan luar biasa
f.    Rumah sakit unit Instalasi Rehabilitasi Medik
F.    Kedudukan Asesmen dalam Perencanaan Program
Asesmen merupakan salah satu komponen terpenting dalam rangkaian proses pengembangan program layanan bagi ALB. Dalam penyusunan program layanan PLB, asesmen berada pada tahap ke-3 setelah penjaringan atau identifikasi dan rujukan. Anak yang ditemukan menunjukkan gejala kelainan harus dirujuk pada tim ahli yang berwenang untuk diadakan asesmen. Dalam bidang PLB, berbagai tes dan alat ukur banyak dipakai pada awal program. Selanjutnya ditetapkan jenis dan banyaknya layanan khusus yang diperlukan anak. Hasil asesmen akan menunjukan secara rinci bidang-bidang atau aspek pada ALB yang memerlukan bimbingan dan layanan khusus. Dalam pelaksanaannya akan dievaluasi secara berkala. Pada akhir tahun, dilakukan reviu untuk menentukan apakah anak masih memerlukan layanan khusus. Jika masih, diperlukan asesmen lagi untuk menyusun program layanan khusus tahun berikutnya.
Mengingat bahwa kebutuhan khusus anak tunalaras bermacam-macam, dengan jenis kelainan yang bermacam-macam pula, maka asesmen ALB harus dilakukan oleh satu tim dari berbagai profesi secara serempak. Sedangkan asesmen ketunalarasan hanya satu bagian dari proses asesmen secara komprehensif.

Sumber:
Buku “Ortopedagogik Anak Tunalaras I” (Dr. Sunardi, MSc – 1995)
Jurnal “Special Education in Contemporary Society : An Introduction to Exceptionality” (Richard M. Gargiulo – 2012)

0 komentar:

Posting Komentar

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net