Kamis, 28 Juli 2016

ORIENTASI DAN MOBILITAS BAGI ANAK TUNANETRA


Membuat kontak : menyentuhkan punggung tangan kepada siswa / dengan lesan. Siswa memegang lengan pendamping di atas sikut (ibu jari di sebelah luar, jari-jari yang lain di sebelah dalam, lengan siswa lentur pada sikut, lengan atas siswa rapat pada badannya). Posisi siswa setengah langkah di belakang dan berada di samping pendamping, bahu lurus dengan bahu pendamping dari tangan yang dipegangnya.

Menerima ajakan untuk didampingi : siswa melepaskan pegangan tangan kita dengan tangan bebasnya  tangan siswa yang kita pegang, memegang lengan kita di atas sikut, dan seterusnya  berjalan kea rah tujuan.

Menolak ajakan untuk didampingi : siswa melepaskan tangan kita dengan tangan bebasnya, sambil mendorong ke depan ia menjelaskan tidak memerlukan pertolongan.

Lewat jalan sempit : kita tarik lengan yang dipegang siswa ke belakang sebelah dalam  siswa meluruskan tangannya tepat di belakang kita dengan jarak satu langkah  kembali pada posisi normal.

Lewat pintu tertutup : siswa di samping kanan kita, searah dengan membukanya pintu, bila pintu membuka ke kanan. Atau siswa di samping kita, tidak searah dengan membukanya pintu/di samping membukanya pintu ke kiri atau sebaliknya.

Caranya :
Kita berhenti di depan pintu  siswa kita beri penjelasan arah membukanya pintu dan ciri kekhususan pintu lainnya  kita membukakan pintu dengan memegang pegangan pintu dan dalam waktu bersamaan siswa menggunakan tangan bebasnya mencari pegangan pintu dengan memanfaatkan tangan kita  kita lepaskan tangan kita sambil bergerak maju dan kita beri kesempatan siswa untuk menutup pintu.

Caranya :
Setelah siswa diberi penjelasan  pindah pegangan, sehingga siswa berada searah dengan membukanya pintu.

Setelah siswa diberi penjelasan, kita membukakan pintu, bersamaan dengan itu siswa menggeser ke samping (di belakang kita) dan tangan siswa yang bebas memegang tangan pendamping, sementara tangan yang satunya dilepaskan  tangan siswa yang bebas dikedepankan untuk memegang pegangan pintu  kita bergerak maju  sambil melepaskan tangan yang memegang pintu dan siswa diberi kesempatan untuk menutup pintu.
Disarankan agar kita membuka pintu dengan menggunakan tangan yang searah dengan membukanya pintu.

Pindah pegangan : tangan siswa yang bebas memegang lengan kita, tangan yang pertama kali digunakan memegang lengan kita dilepaskan, sambil menggeser posisi badan tangan tersebut digunakan memegang lengan kita yang bebas  tangan yang satunya digunakan memegang lengan yang dipegang oleh tangan yang pertama  tangan yang tadinya digunakan memegang tangan kita dilepaskan.

Berbalik arah : kita berhenti sebentar  berputar 45%  diikuti siswa (sehingga posisi kita berhadapan-hadapan)  kita berjalan kea rah yang berlawanan dengan arah semula, siswa melepaskan pegangan tangannya  berjalan seperti biasa

Turun tangga : kita mendekati tangga  berhenti di sisi  tangga  memberi penjelasan kepada siswa  menuruni tangga pertama, siswa setengah langkah dibelakang kita, sampai merasakan gerakan turun  siswa mengikuti (posisi siswa turun dengan badan tetap tegak, dengan titik pusat berat badan jatuh di tumitnya.

Naik tangga : kita mendekati tangga  berhenti di sisi  tangga  memberi penjelasan kepada siswa (siswa berada setengah langkah kita)  kita menaiki satu tangga  siswa maju untuk menemukan tangga  naik (bertumpu pada ujung kakinya)  pada waktu sampai di lantai yang datar, kita maju  beberapa langkah, kemudian berhenti, memberi penjelasan kepada siswa bahwa sudah berada pada puncak tangga.

Duduk
:
Dari depan kursi : setelah sampai setengah langkah di depan kursi, kita jelaskan posisi kursi  siswa ke depan hingga menyentuh kursi  siswa merabakan tangannya sandaran kursi (vertikal dan horizontal  siswa berdiri meluruskan atau menyentuhkan pahanya ke bagian kursi  duduk.

Dari belakang kursi : setelah sampai setengah langkah di belakang kursi, siswa dirabakan bagian belakang kursi (mulai dari bagian belakang  tempat duduknya, dengan tidak melepaskan tangannya yang satu memegang sandaran kursi  duduk.

Duduk dengan kursi bermeja
: caranya sama dengan duduk dari belakang kursi, yang penting adalah bagaimana posisi siswa  (apakah sudah lurus dengan meja  atau cukup enak duduknya atau belum). Caranya : rentangkan tangannya ke bagian pinggir meja, sementara tangan yang satunya memegang sandaran kursi dan menarik kursi agar jangan terlalu rapat dengan meja  tangan yang memegang kursi memeriksa tempat duduk  apakah tempat duduk tersebut baik atau tidak, sementara tangan yang memegang pinggiran meja tetap tidak dilepaskan  duduk  memeriksa duduknya agar lurus dengan kedua tangannya, yakni dengan  merabakan kedua tangannya ke arah kanan kiri pinggir meja.

Masuk mobil : setelah sampai di depan pintu mobil, kita menjelaskan bagaimana posisi pintu mobil  tangan siswa dirabakan pegangan pintu mobil  dibuka  tangan yang satunya dirabakan pinggiran pintu sebelah atas  meraba tempat duduk  duduk, dengan tidak melepaskan kontak tangan dengan tempat duduk mobil.

Independent travel (bepergian sendiri)
Trailing = merambat / menelusuri
Caranya : lengan kanan atau kiri diluruskan mendekati tembok dengan jari-jari dibengkokkan lemas. Jari kelingking dan jari manis menempel pada tembok, bergerak mengikuti arah jarum jam.
Transferring open doorway (melalui pintu terbuka)
Caranya : salah satu tangan tetap tetap melakukan cara berjalan dengan trailing, sedang tangan yang lainnya melakukan upper hand and forearm.
Direction taking = meluruskan arah, dengan menggunakan garis pengarah yang ada (pinggir meja, pinggir tempat tidur dan sebagainya). Caranya bisa menggunakan upper hand atau lower hand and forearm, atau pengkombinasian cara-cara yang ada ketika berjalan.
Search pattern (pengenalan ruangan) dengan mendetail dan menyeluruh, tahu berapa kira-kira luas ruangan tersebut, bentuknya bagaimana, apa saja yang ada di ruangan itu.
1.    Cara Perimeter method (mengelilingi ruangan)  = untuk mengetahui berapa kira-kira luas ruangan itu, dengan cara : kita tentukan vocal point (kita berdiri tegak)  kita mengelilingi ruangan dengan trailing, mengikuti arah jarum jam.
2.    Cara grid system
    Sertelah mengelilingi ruangan  mejelajahi ruangan, dengan cara :
    Kita berjalan dari sudut menyilang ke sudut yang lain  berjalan menyeberang dari dinding yang satu ke dinding yang lain, dengan teknik berjalan yang ada.
    Bila ruangan itu luas, bisa kita lakukan sebagian demi sebagian.

Dropped object (mengambil benda yang jatuh)
Disyaratkan mendengarkan bunyi jatuhnya benda tadi hingga suara terakhir  mengarahkan badan kea rah suara terakhir  membungkukkan badan kea rah benda tadi dengan tetap melindungi badan bagian atas (upper hand), sementara tangan yang lain meraba-raba ke tempat benda jatuh, mulai dari lingkaran kecil ke lingkaran yang lebih besar.
Cara lain : dengan jongkok, kepala dan badan tegak lurus  sda.

Shakking hand  (berjabat tangan)
Caranya :
Bila seorang awas ingin berjabat tangan : menyentukh belakang tangan siswa dengan belakang tangan kita  jabat tangan.
Bila antara tunanetra dengan sesamanya ; salah satu mengambil inisiatif menggerakkan tangan di bawah dada sedikit, dari arah kiri kea rah kanan atau sebaliknya. Bila kedua punggung telapak tangan sudah menyentuh, baru jabat tangan.

Squaring off  = sikap berdiri lurus sesempurna mungkin, menggerakkan tangan kesamping menjauhi badan sehingga bagian belakang tangan tersebut menyentuh tembok
Digunakan untuk menuju sasaran dengan menggunakan garis pengarah. Caranya : kita berdiri sejajar dengan garis pengarah yang menuju ke tempat tujuan dengan menggunakan trailing, upper hand atau lower hand and forearm, atau dikombinasikan, sesuai dengan keadaan.

Upper and lower forearm = untuk mendapatkan informasi benda-benda di depan dan melindungi badan.

Lower hand and forearm = tangan menyilang badan kea rah depan, untuk melindungi badan bagian bawah, yaitu perut dan sealangkangan dari kemungkinan terbentur pada rintangan yang berada dihadapannya.
Caranya : tangan kanan atau kiri disilangkan di muka badan mengarah ke bawah (selangkangan) dengan telapak tangan menghadap ke badan.

Land mark = segala sesuatu yang bias dijadikan tanda yang bersifat permanent.
Upper hand and forearm = tangan menyilang badan sejajar pundak. Digunakan untuk melindungi kepala dan dada, dan digunakan pada tempat yang sudah dikenal. Penggunaannya bias dikombinasikan dengan teknik yang lain.
Caranya : tangan kanan / kiri diangkat ke depan setinggi  bahu, menyilang badan, sikut membentuk sudut 120°, telapak tangan menghadap ke depan, ujung-ujung jari berimpitan dengan bahu.
Pengenalan ruangan : menetapkan vocal point. Siswa berdiri dengan sikap yang sesempurna mungkin untuk menentukan arah / tujuan, siswa melakukan squaring off. Kita menjelaskan ruang depan, kamar tidur, kamar mandi dan sebagainya, termamsuk landmark.

Senin, 25 Juli 2016

Karakteristik Anak Tunarungu-Wicara (aspek Bahasa, Intelegensia, Penyesuaian Sosial-emosional dan Perilaku)



Adapun karakteristik tunarungu-wicara secara umum dapat di kelompokan sebagai berikut:

 1.      Karakteristik Bahasa dan Wicara
Anak tunarungu-wicara pada umumnya memiliki kelambatan dalam perkembanga bahasa wicara bila di bandingka gi anak tunaruntu total (tuli) cenderung tidak bisa berbicara n dengan perkembangan bicara anak-anak normal, bahkan ba (bisu). Hal ini dikarenakan
sangat eratnya hubungan kausal antara kemampuan mendengar dengan perkembangan wicara.

2.      Kemampuan Intelegensia
Hilang atau berkurangnya kemampuan mendengar, maka berakibat adanya kekurangan dalam penerimaan sumber informasi melalui pendengaran, hal ini sangat berpengaruh dalam kemampuan verbal anak tunarungu-wicara. Namun secara umum kemampuan inteligensi (IQ) anak tunarungau-wicara tidak berbeda dengan anak-anak normal, hanya pada score IQ verbalnya akan lebih rendah dari IQ perfomancenya.

3.      Penyesuaian Emosi dan Sosial dan Perilaku
Kemampuan penyesuaian sosial sangat di pengaruhi oleh proses komunikasi, dalam melakukan interaksi sosial dimasyarakat banyak mengandalkan komunikasi verbal, hal ini sebenarnya yang menyebabkan tunarungu-wicara mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosialnya sehingga tekesan anak tunarungu-wicara agak ekslusif atau terisolasi dari kehidupan masyarakat normal. Tunarungu  cenderung mudah curiga dengan orang lain, hal ini di mungkinkan karena tidak mengerti apa sedang dibicarakan orang lain.




Sumber: Purwanto, Heri.1998.Ortopedagogik Umum.Yogyakarta:FIP IKIP Yogyakarta

Klasifikasi Anak Tunarungu-wicara menurut pendapat Mohammad Efendi, Samuel A. Kirk



Dalam pengklafisian anak tunarungu-wicara ada beberapa pendapat. Dimana para tokoh yang berpendapat meninjau dari beberapa sudut pandang. Pandangan mereka menjadi semacam tolak ukur untuk mengklasifikasikan. Dan pendapat mereka akan menjadi sumber ilmu dan pengetahuan.
Ditinjau dari lokasi terjadinya ketunarunguan, menurut pendapat Mohammad Efendi (2006:63) klasifikasi anak tunarungu dapat di kelompokkan menjadi 3 sebagai berikut:
1.      Tunarungu Konduktif.
Keturunan tipe konduktif ini terjadi karena beberapa organ yang bergfungsi sebagai penghantar suara ditelinga bagian dalam
dan dinding-dinding labirin mengalami gangguan. Penyebab yang mengalangi masuknya getaran surara ke organ penghantar antara lain karena tersumbatnyaliang telinga oleh kotoran telinga, kemasukan benda-benda asing, pecah, dan berlubang pada selaput gendang telinga dan ketiga tulang pendengaran dapat menyebabkan hilangnya daya hantar organ tersebut. Gangguan yang terjadi organ penghantar suara jarang sekali melebihi rentangan antara 60-70 dB dari pemeriksaan audiometer.
2.      Tunarungu Perpektif.
Ketunarunguan tipe perspektif disebabkan terganggunya organ-organ pendengaran yang terjadi dibelahan telinga bagian dalam. Telinga bagian dalam memiliki fungsi sebagai alat persepsi dari getaran suara yang hantarkan oleh organ pendengaran dibelahan telinga luar dan tengah. Ketunarunguan tipe ini terjadi apabila getaran suara yang diterima oleh telinga bagian dalam yang mengubah rangsang mekanis menjadi rangsang elektris, tidak dapat diteruskan ke pusat pendengaran otak. Oleh karena itu, tunarungu jenis ini disebut tunarungu saraf yaitu saraf yang mempersepsi bunyi atau suara.
3.      Tunarungu Campuran.
Keturunan tipe campuran ini sebenarnya untuk menjelaskan bahwa pada teklinga yang sama rangkaian organ- organ telinga yang berfungsi sebagai penghantar dan penerima rangsangan suara mengalami gangguan, segingga tampak pada telinga tersebut telah terjadi campuran antara ketunarunguan konduktif dan persepektif.


Klasifikasi anak tunarungu menurut pendapat dari Samuel A. Kirk yang di kutip oleh Somad dan Tati Hernawati (1966:29) adalah sebagai berikut:
1.      0 dB. Menunjukkan pendengaran yang optimal.
2.      0 – 26 dB. Menunjukkan seseorang masih mempunyai pendengaran normal.
3.      27 – 40 dB.Mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyian yang jauh, memutuhkan tempat duduk strategis letaknya dan memelurkan terapi bicara (tergolong tunarungu ringan)
4.      41 – 55 dB.Mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicra (tergolong tunarungu sedang)
5.      56 – 70 dB. Hanya bisa mendengar suara dari jarak dekat, masih mempunyai belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat bantu mendengar serta cara yang khusus (tergolong tunarungu agak berat).
6.      71 – 90 dB. Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang-kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa yang intensif, membutuhkan alat bantu dengar dan latihan secara khusus (tergolong tunarungu berat).
7.      91 dB ke atas. Mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaan banyak tergantung pada penglihatan daripada pendengaran untuk proses menerima informasi, dan yang bersangkutan dianggap tuli (tergolong tunarungu berat sekali).


Sumber : Suhardiyana.2010.Peningkatan kemampuan kognitif anak melalui permainan kartu angka dan gambar siswa kelas persiapan Tunarungu-wicara SLBN Kendal Tahun 2009/2010. UNS: Skripsi FKIP Ilmu Pendidikan Luar Biasa

Minggu, 24 Juli 2016

KLASIFIKASI TUNARUNGU BERDASARKAN ETIOLOGIS, ANATOMIS, DAN FISIOLOGIS UKURAN NADA YANG DAPAT DIDENGAR ( Emon Sastro Winoto )


a)    Klasifikasi etiologis
Secara etiologis tuna rungu dapat dibedakan menjadi :
-       Tuna rungu endogen
Yaitu tuna rungu wicara / tuna rungu yang diturunkan dari orang tuanya atau bawaan
-       Tuna rungu eksogen
Yaitu tuna rungu yang disebabkan karena suatu penyakit atau
kecelakaan
b)   Klasifikasi anatomis – fisiologis
Secara anatomis – fisiologis anak tuna rungu dapat dibedakan menjadi :
-       Tuna rungu hantaran ( konduktif )
Yaitu tuna rungu yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya otot – otot penghantar getaran pada telinga tengah
-       Tuna rungu perspektif ( syaraf )
Tuna rungu yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya alat – alat pendengaran pada telinga dalam, sehingga tidak dapat meneruskan rangsangan ke pusat pendengaran
c)    Klasifikasi menurut ukuran nada yang tidak dapat didengar
Jika seseorang tidak dapat mendengar nada yang rendah , dan jika tidak dapat mendengar nada rendah maupun nada tinggi, maka disebut tuna rungu total


Sumber: Sardjono, 2000. Orthopedagogik Tunarungu I. Surakarta: UNS Press

Jumat, 22 Juli 2016

Mencuci Tangan Dengan Menggunakan Ember Berisi Air dan Gayung bagi Anak Tuna Daksa


Langkah-langkahnya adalah.
(1)    Ambil air yang ada di dalam ember dengan menggunakan gayung, tangan kanan/kiri  dibasahi, ambil sabun dari tempatnya lalu gosokkan ke tangan kiri/kanan sampai  bersih.
(2)    Kedua tangan dicuci/dibilas  sampai bersih, jika  tangan sudah bersih selanjutnya  secara bergantian dilap dengan handuk kecil atau serbet.           
(3)    Kedua  tangan sudah bersih dan siap untuk makan dan aktivitas yang lain.


Cara Mencuci Tangan bagi Anak Tuna Daksa


 Mencuci tangan ada dua cara yaitu bisa dengan menggunakan kran air dan bisa juga dengan ember.
Mencuci tangan dengan kran air langkah-langkahnya sebagai berikut.
(1)    Kran air dibuka, kedua tangan dibasahi , kemudian kran air ditutup kembali, tangan kanan atau kiri mengambil sabun dari tempatnya  lalu digosokkan ke tangan kiri atau kanannya tergantung   kebutuhan peserta didik/kondisi peserta didik.
(2)    Jika tangan sudah dianggap bersih maka tangan dikeringkan dengan lap/serbet/handuk kecil.

Selasa, 19 Juli 2016

Anak Tunarungu-Wicara



Tunarungu adalah istilah umum yang menunjukkan ketidakmampuan mendengar yang rentangannya mulai dari ringan hingga berat, meliputi tuli dan susah mendengar.

Tuli adalah kondisi seseorang yang menyandang ketidakmampuan mendengar sehingga menghalangi dalam proses perolehan informasi bahasa lisan
melali pendengaran dengan atau tanpa alat bantu mendengar (hearing aids).

Susah mendengar adalah seseorang yang harus selalu menggunakan alat bantu mendengar untuk memperoleh informasi bahasa lisan melalui pendengaran, serta mempunyai sisa pendengaran yang cukup memungkinkan untuk memproses informasi bahasa lisan.

Tunawicara adalah seseorang yang mengalami kelainan baik dalam pengucapan (artikulasi) bahasa maupun suaranya dari bicara normal (normal speech), sehingga menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi lisan dengan lingkungan.





Sumber: Purwanto, Heri.1998.Ortopedagogik Umum.Yogyakarta:FIP IKIP Yogyakarta

Fungsi Penglihatan Anak Tunarungu


Para pakar umumnya mengakui, bahwa pendengaran dan penglihatan merupakan indra manusia yang amat penting, disamping indra lainnya. Begitu besar fungsi kedua indra tersebut dalam membantu setiap aktivitas manusia, sehingga banyak orang yang menyandingkan kedua jenis indra tersebut dwetunggal. Akibatnya, jika seseorang kehilangan salah satu diantaranya maka sama artinya ia harus kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya. Terlebih lagi jika gilang keduanya, dapat diibaratkan yang bersangkutan telah menghadapi “kiamat kecil” dalam hidupnya.

Kedua macam indra (penglihatan dan pendengaran) memiliki jangkauan yang sangat luas. Oleh karena itu, ank yang kehilangan salah satu (khususnya kehilangan pendengaran) maka tidak bedanya ia seperti kehilanan sebagian kehidupan yang dimilikinya. Untuk menggantinya dapat dialihkan pada indra penglihatan sebagai kompensasinya. Itulah sebabnyam cukup beralasan jika para ahli berpendapat indra penlihatan bagi anak tunarungu memiliki urutan terdepan, karena memang memiliki peranan yang sangat penting, baru kemudian disusul dengan indera-indera yang lainnya.
Apapun keistimewaan yang dimiliki oleh kedua indera tersebut sebagai indera terdepan manusia, namun tetap saja keduanya memiliki keterbatasan tertentu sesuai dengan karakteristiknya. Penglihatan mempunyai karakteristik arah jangkaunnya terpusat pada bidang dimukanya, dibatasi oleh ruang spasial, bersifat statis dan menetap. Sedangkan pendengaran mempunyaikarakteristik dapat menjangkau segala arah, bersifat temporal, tidak dibatasi oleh ruang.
Khusus kelebihan yang lain dari indera pendengaran berdasar karakteristiknya, bahwa indera ini merupakan satu-satunya indera yang mengatur apa-apa yang dimengerti dari lingkungannya kepada sistem saraf sehingga dalam keadaan tidur pun indra pendengaran masih berfungsi, hal ini terbukti orang masih dapat mereaksi apa yang didengar meskipun dalam kondisi tidur. Disamping itu, pendengaran sering pula disebut sebagai indera latar belakang, karena pendengaran seseorang dapat meramalkan sesuatu yang belum tampak wujudnya. Oleh sebab itu, jika melalui suara menunjukkan tanda-tanda yang dapat mebahayakan, misalnya kentongan tanda bahaya, letusan gunung berapi, pohon tumbang, dan lain sejenisnya maka seseorang dapat bersiap siap untuk menyelematkan diri.
Anak yang mengalami kelainan pendengaran atau tunarungau, kecakapan dan pengalaman seperti diuraikan diatas barang  kali tidak memiliki. Kalaupun ada minim sekali, sehingga sulit baginya untuk menghadapi sesuatu yang terjadi hanya dengan mengandalkan pendengarannya. Segala peristiwa atau kejadian yang ada di lingkungannya tampak olehnya banyak yang tiba-tiba membuka pintu tanpa tahu bagaimana proses sebelumnya. Dengan demikian, praktis pengalaman yang diperolehnya hanya tergantung pada indra penglihatan dibandingkan indera yang lain.
Disinilah masalahny, kondisi ktunarunguan yang dialami aoleh seseorang mendorong yang bersangkutan harus mencarai kompensasinya. Mata sebagai sarana yang berfungsi sebagai indera penglihatan merupakan merupakan alternatif yangutama sebelum yang lainnya. Peranan penglihatan, selain sebagai sarana memperoleh pengalaman persepsi visual, sekaligus sebagai ganti persepsi auditif anak tunarungu. Dapat dikatakan hilangnya ketajaman bagi anak tunarungu akan membuat dirinya sangat tergantung pada indera penglihat.
Akibat dari kondisi ketunarunguan dapat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa, kondisi kecerdasannya, serta soioal dan emosionalnya. Kondisi ini sekaligus merupakan ciri khas yang dimiliki oleh anak tunarungu pada umumnya. Sundres (1980) menyimpulkan bahwa sifat khas yang tampak pada anak tunarungu yakni adanya keragu-raguan dalam melakukan tidakan dan menarik kesimpulan sehingga konsisi ini akan berpengaruh juga pada perubahan perilakunya.
Sivernon (1967) berpendapat bahwa, anak tunarungu yang kemampuannya terbatas akan memperlihatkan banyak sekali keterlembatan dalam menguasai beerapa atau lebih konsep-konsep abstrak, akibatnya akan berpengaruh terhadap kemampuan sosial emosinya.




Sumber: Sardjono, 2000. Orthopedagogik Tunarungu I. Surakarta: UNS Press

Klasifikasi anak tunarungu berdasarkan Sifat dan Cara Rehabilitas


Prof. Dr. Soewito FK-UGM, dalam makalahnya “pengembangan pola pelayanan penderita tunarungu secara profesional  dan terpadu di Indonesia” mengemukakan bahwa : pada garis besarnya jenis ketulian/ketunarunguan dapat dibagi dalam 3 kategori dengan sifat-sifat dan cara rehabilitasinya masing-masing.
Adapun penjelasan singkat sebagai berikut:
1.      Tuli konduksi
a.       Kerusakan: terjadi pada rantai pendengaran yang meneruskan dan memperkuat getaran suara (saluran telinga luar gendang telinga – tulang pendengaran).
b.      Derajat ketulian: ringan sampai sedang
c.       Sifat ketulian: kualitas suara berkurang kualitas suara tetap baik.
d.      Rehabilitasi pendengaran: medis operatif dari ahli THT ABD (yang inoperable)
2.      Tuli persepsi
a.       Kerusakan : terjadi pada reseptor dan atau saraf pendengaran (cochlea dan n. acusticus)
b.      Derajat ketulian: ringan, sedang, berat, dan total.
c.       Sifat ketulian: kuantitas suara berkurang – hilang, kualitas suara berubah, perbedaan dengan tuli konduksi bila suara diperkeras, tuli konduksi, makin bertambah jelas tuli saraf , suara makin keras tetapi makin tidak jelas.
d.      Rehabilitasi: non medis, latihan mendengar dan bicara denga membaca bibir dan ABD.
e.       “Team” pelaksana rehabilitasi: ahli Audiologi dan tekisinya, Ahli Psikologi Pekerja Sosial (social worker), Ahli bina rungu wicara (“speech and hearing Therapist”)
3.      Tuli campuran keduanya
Sifat ketulian: sama dengan tuli saraf.
Rehabilitasi: non medis sesuai dengan tuli saraf.


Sumber: Sardjono, 2000. Orthopedagogik Tunarungu I. Surakarta: UNS Press
IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)
 Anak berkebutuhan khusus adalah Anak yang keadaan jasmani dan atau rohani berbeda dengan anak lain karena perbedaan memerlukan penanganan khusus.
Penyebabnya :
•    Pra natal : kehamilan yang mengalami pendarahan, kurang gizi, minum obat-obatan
•    Natal : persalinan yangtidak spontan, lahir prematur, berat badan lahir rendah
•    Post natal : tumor otak, kejang, diare semasa bayi
    Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
•    Tunanetra
•    Tunarungu
•    Tunagrahita
•    Tunadaksa
•    Anak Lamban belajar
•    Anak berkesulitan belajar
•    Anak berbakat
•    Tunalaras
•    Anak dengan gangguan komunikasi
•    Autisme
•    Hiperaktif
•    Indigo
www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net