Senin, 25 Juli 2016

Klasifikasi Anak Tunarungu-wicara menurut pendapat Mohammad Efendi, Samuel A. Kirk



Dalam pengklafisian anak tunarungu-wicara ada beberapa pendapat. Dimana para tokoh yang berpendapat meninjau dari beberapa sudut pandang. Pandangan mereka menjadi semacam tolak ukur untuk mengklasifikasikan. Dan pendapat mereka akan menjadi sumber ilmu dan pengetahuan.
Ditinjau dari lokasi terjadinya ketunarunguan, menurut pendapat Mohammad Efendi (2006:63) klasifikasi anak tunarungu dapat di kelompokkan menjadi 3 sebagai berikut:
1.      Tunarungu Konduktif.
Keturunan tipe konduktif ini terjadi karena beberapa organ yang bergfungsi sebagai penghantar suara ditelinga bagian dalam
dan dinding-dinding labirin mengalami gangguan. Penyebab yang mengalangi masuknya getaran surara ke organ penghantar antara lain karena tersumbatnyaliang telinga oleh kotoran telinga, kemasukan benda-benda asing, pecah, dan berlubang pada selaput gendang telinga dan ketiga tulang pendengaran dapat menyebabkan hilangnya daya hantar organ tersebut. Gangguan yang terjadi organ penghantar suara jarang sekali melebihi rentangan antara 60-70 dB dari pemeriksaan audiometer.
2.      Tunarungu Perpektif.
Ketunarunguan tipe perspektif disebabkan terganggunya organ-organ pendengaran yang terjadi dibelahan telinga bagian dalam. Telinga bagian dalam memiliki fungsi sebagai alat persepsi dari getaran suara yang hantarkan oleh organ pendengaran dibelahan telinga luar dan tengah. Ketunarunguan tipe ini terjadi apabila getaran suara yang diterima oleh telinga bagian dalam yang mengubah rangsang mekanis menjadi rangsang elektris, tidak dapat diteruskan ke pusat pendengaran otak. Oleh karena itu, tunarungu jenis ini disebut tunarungu saraf yaitu saraf yang mempersepsi bunyi atau suara.
3.      Tunarungu Campuran.
Keturunan tipe campuran ini sebenarnya untuk menjelaskan bahwa pada teklinga yang sama rangkaian organ- organ telinga yang berfungsi sebagai penghantar dan penerima rangsangan suara mengalami gangguan, segingga tampak pada telinga tersebut telah terjadi campuran antara ketunarunguan konduktif dan persepektif.


Klasifikasi anak tunarungu menurut pendapat dari Samuel A. Kirk yang di kutip oleh Somad dan Tati Hernawati (1966:29) adalah sebagai berikut:
1.      0 dB. Menunjukkan pendengaran yang optimal.
2.      0 – 26 dB. Menunjukkan seseorang masih mempunyai pendengaran normal.
3.      27 – 40 dB.Mempunyai kesulitan mendengar bunyi-bunyian yang jauh, memutuhkan tempat duduk strategis letaknya dan memelurkan terapi bicara (tergolong tunarungu ringan)
4.      41 – 55 dB.Mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicra (tergolong tunarungu sedang)
5.      56 – 70 dB. Hanya bisa mendengar suara dari jarak dekat, masih mempunyai belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat bantu mendengar serta cara yang khusus (tergolong tunarungu agak berat).
6.      71 – 90 dB. Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang-kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa yang intensif, membutuhkan alat bantu dengar dan latihan secara khusus (tergolong tunarungu berat).
7.      91 dB ke atas. Mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaan banyak tergantung pada penglihatan daripada pendengaran untuk proses menerima informasi, dan yang bersangkutan dianggap tuli (tergolong tunarungu berat sekali).


Sumber : Suhardiyana.2010.Peningkatan kemampuan kognitif anak melalui permainan kartu angka dan gambar siswa kelas persiapan Tunarungu-wicara SLBN Kendal Tahun 2009/2010. UNS: Skripsi FKIP Ilmu Pendidikan Luar Biasa

0 komentar:

Posting Komentar

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net