Senin, 12 September 2016

PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN VAKSINASI


A.    Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun,kebal, atau resisten . Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukan vaksin ke dalam tubuh manusia . kebal adalah suatu keadaan dimana tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam rangka menghadapi serangan kuman tertentu , namun kebal atau resisten terhadap suatu penyakit belum tentu    kebal terhadap penyakit lain (Depkes RI, 1994).
Menurut  Hidayat, A, 2005 Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG( Bacillus calmette Guerin ), DPT , Campak, den melalui mulut seperti vaksin polio.
Menurut Ranuh, et al (2008), dalam ikatan Dokter Anak Indonesia, imunisasi adalah pemindahan atau tranfer antibodi secara pasif, sedangkan vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pemberntukan imunitas (antibody) dari sistem imun di dalam tubuh.

B.    Aspek Imunologi dari Imunisasi
Mekanisme daya tahan tubuh (hostdefence mechanism) dibagi atas dua golongan (Arjatmo Tjokronegoro, 1983), yaitu :
1.    Imunisasi Non-spesifik, merupakan system yang sudah berfungsi sebelum janin dilahirkan dan sebelum berkontak dengan mikro organism apapun, misalnya :
a.    Barier fisik kimiawi berupa kulit, mukosa dan cairan sekresi
b.    Substansi bakterisidal seperti enzim lisosom (bagian sel yang tampak pada pemeriksaan elektron mikroskopik)
c.    Sel fagosit (sel pemakan) seperti makrofag dan lekosit (Harsono Salimo, 1994)

2.    Imunisasi Spesifik,adalah suatu sistem pertahanan tubuh yang mempunyai sifat-sifat : spesifisitas, pengenalan dan induksi serta “daya ingat” (memori). Artinya respons imun itu harus dibangkitkan terlebih dahulu dan daya pertahanannya bersifat spesifik, serta mempunyai “daya ingatan” terhadap antigen-antigen yang pernah menginduksi respons imun.
Respons imun spesifik didapat dengan dua cara :
a.    Secara aktif dengan cara infeksi alami atau melalui imunisasi
b.    Secara pasifdengan cara pemberian antibody secara pasif
Imunisasi aktif (vaksinasi) adalah untuk memberikan kekebalan yang efektif dengan membangun antibody yang cukup banyak dan menambah populasi sel-sel yang dapat berkembang biak dengan cepat bila ada kontak baru dengan antigen.
Pada kontak pertama dengan antigen, sel-sel imunokompeten mengadakan reaksi yang disebut respons primer berupa proliferasi (multiplikasi) dan diferensiasi sehingga terbentuk sintesa antibodi atau cell-mediated reactivity , atau keduanya.
Untuk ini diperlukan waktu yang agak lama disebut : latent period. Limfosit-B mengadakan multiplikasi dan memproduksi Ig, limfosit-T juga dirangsang menolong limfosit-B agar mengadakan respons terhadap antigen. Setelah mendapat exposure dengan antigen yang pertama, kedua limfosit B dan T mempunyai kemampuan memori. Bila terjadi kontak dengan antigen yang kedua, maka timbul respons sekunder yang ditandai dengan respons yang cepat dan timbulnya antibodi dalam jumlah yang lebih besar.  Biasanya kadar antibodi ini tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama. Antibodi yang dominan adalah IgG (Jack insley, 2005, Harsono Salimo, 1994)
Pada umumnya imun respon tergantung pada :
1)    Sifat alami dan dosis antigen yang diberikan. Misalnya vaksin polio tie-2 lebih baik daripada tipe-1 dan toxoid tetanus lebih baik daripada toxoid diphteri
2)    Cara pemberian, pada imunisasi polio dengan vaksin sabin secara per-oral maka imunisasi ini akan menyerupai infeksi alami, sehingga menimbulkan kekebalan local pada dinding usus dan vaksin juga merangsang pembentukan antibody yang dapat mencegah kelumpuhan syaraf
3)    Jumlah suntikan dan “spacing” (jarak waktu) antara dua suntikan. Untuk mendapatkan respons yang baik , rangsangan permulaan (initial) harus diperkuat dengan paling sedikit suntikan kedua dan kemudian suntikan “booster”. Jarak antara dua suntikan perlu waktu 40 hari, sumber lain ada yang menyatakan 6 minggu sampai 3 bulan. Minimum jarak pemberian adalah 1 bulan (Geral B.Merenstein, 2002)
4)    Penggunaan adjuvans (bahan obat penunjang), oleh karena adjuvans dapat menyebabkan pelepasan antigen secara perlahan-lahan dan berkelanjutan sehingga antigen dapat tetap bertahan dalam kadar yang lebih tinggi dan dalam waktu yang lebih lama sehingga dapat lebih meningkatkan pembentukan antibodi.
5)    Host (enerima imunisasi) jika anak lebih besar, maka kematangan imunologik lebih sempurna sehingga respons terhadap antigen dan pembentukan antibodi menjadi lebih baik, selain itu faktor hilangnya interferensi (penggabungan dua atau lebih) dengan imunitas pasif yang didapat dari ibu juga memegang peranan. Dikatakan bahwa pembentukan antibody sudah cukup baik pada umur 2-3 bulan untuk diphtheria; umur 6 bulan untuk polio dan 9-12 bulan untuk morbili.
6)    BCG dapat diberikan pada waktu neonatus karena tidak adanya transfer dari ibu.


C.    Penyakit Yang dapat Dicegah dan Diberantas dengan Imunisasi
Imunisasi yang dianjurkan di Indonesia adalaah untuk menangkal penyakit infeksi yang umum menyerang anak-anak, yaitu tubercolosis (TBC), difteri, batuk rejan, tetanus, polio, dan campak. Pemberian imunisasi paling idela diberikan sejak bayi berusia 2 bulan. Dibawah ini akan dibicarakan beberapa macam imunisasi yang telah dilakukan di Indonesia.
1.    Cacar
Cacar disebabkan oleh virus yaitu virus poks, cacar merupakan penyakit yang menyebar dengan cepat dan mematikan. Gejalanya demam, pilek, nyeri sendi, sakit kepala dan muncul gelembung-gelembung berisi nanah di sekujur tubuh yang bisa meninggalkan bekas atau bopeng. Oleh karena itu, dilakukannya program imunisasi cacar secara intensif. Pada tahun 1972, kasus cacar yang terakhir dilaporkan di Indonesia dan bebas cacar tanggal 25 April 1974. Dan pada bulan Mei 1980, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan dunia telah dinyatakan bebas cacar.
2.    Tuberkolosis (TBC)
Tuberkolosis disebabkan oleh basil tashan asam mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit TBC dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Penyakit TBC sangat menular dan dapat menyerang semua umur. Penyakit ini berupa radang paru dengan gejala batuk lebih dari dua minggu dan dahaknya bercampur darah. TBC kronis dapat menimbulkan cacat pada tulang belakang, radang selaput otak yang bisa berlanjut kepada kematian. Penangkalnya adalah vaksin BCG (Bacillus Calmete Guerin). Imunisasi BCG merupakan usaha pencegahan yang cukup murah dan mudah dikerjakan serta mempunyai efek protektif yang tinggi terutama pada bayi dan anak.  Penyuntikan vaksin ini kadang-kadang terjadi efek samping berupa pembengkakan kecil dan merah di tempat suntikan. Kemudian menjadi abses kecil dan luka. Sebaiknya luka tersebut tidak diberi obat apapun dan dijaga kebersihannya. Dan akan sembuh dan hanya meninggalkan parut (jaringan ikat yang timbul pada penyebuhan lesi/ikat) kecil.
3.    Diptheria, Pertusis dan Tetanus
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh corynebacterium diphteriae. Penyakit ini menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas dengan gejala demam tinggi, pembengkakan pada amandel (tonsil) dan terlihat selaput puith kotor yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas.
Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan “Batuk Seratus Hari“ adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh Bordetella Pertusis. Gejalanya khas yaitu batuk yang terus menerus sukar berhenti dengan demam yang sangat tinggi, kejang, muka menjadi merah atau kebiruan, muntah kadang-kadang bercampur darah, pendarahan dibawah kulit dan hernia.
Tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat syaraf dan otot. Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Ketiga penyakit tersebut dapat ditanggulangi dengan imunisasi vaksin DPT. Tujuan imunisasi DPT adalah membuat anak kebal terhadap penyakit Difteri, Pertusis, Tetanus. Imunisasi DPT ini juga dapat menimbulkan efek samping seperti demam ringan, bengkak pada bagian suntikan, kulit pada bagian suntikan menjadi merah dan sakit, anak terlihat lelah dan rewel. Namun, keadaan ini tidak berbahaya dan akan sembuh dengan sendirinya.
4. Poliomyelities
Polio dapat menular lewat tinja atau percikan ludah. Anak yang terinfeksi biasanya menadi rewel, batuk dan demam. Dua hari kemudian lehernya kaku, sakit kepala, oto badan dan kaki terasa sakit. Kelumpuhan menyerang kaki, tangan, otot pernapasan dan otot-otot untuk menelan.
Untuk mencegah polio diperlukan suntikan polio dan vaksin, ini tidak menimbulkan efek samping. Imunisasi dilakukan dengan 3 kali pemberian dan jarak waktu 4-5 minggu. Vaksin berwarna merah dan bening diberikan 2 tetes tiap dosis. Vaksin ini sangat peka terhadap suhu maka harus disimpan di lemari es(freezer). Pemberian imunisasi polio dapat dilakukan mulai dari umur 4 bulan. Atau diberikan bersama dengan vaksin DPT, dengan kekebalan yang ditimbulkan terhadap masing-masing penyakit.
5. Campak
Campak merupakan penyakit yang menular dan menyerang hampir semua anak kecil. Gejala awalnya panas, batuk, pilek, dan mata merah. Beberapa hari kemudian muncul bercak merah disekujur tubuh. Akibat dari penyakit ini adalah radang telinga yang mungkin sampai tuli, radang mata yang mungkin sampai buta, radang paru dan otak.
Penyakit ini dapat dicegah dengan diberikan vaksin campak. Biasanya anak akan panas disertai kemerahan 4-10 hari setelah disuntik. Ini merupakan gejala campak ringan dan menunjukkan tubuhnya kebal. Yang pasti semua efek samping jauh lebih ringan dari pada efek penyakit sebenarnya yang mungkin diderita bayi yang tidak di imunisasi.
Imunisasi campak dilakukan dengan memberikan suntikan virus campak yang masih hidup tetapi sudah sangat dilemahkan. Vaksin ini dapat diberikan sedini-dininya ketika anak umur 9 bulan, dengan dosis 0,5 ml subkutan. Walaupun kadar antibody yang ditimbulkan dari vaksin hanya sekitar 20% dari antibody yang ditimbulkan setelah menderita sakit campak, tetapi mempunyai efek protektif dan berlangsung lama (longlasting).
6. Hepatitis
Hepatittis adalah suatu proses peradangan atau infeksi pada hati. Peradangan ini disebabkan oleh berbagai factor seperti bakteri, amuba, alcohol, obat-obatan dan virus hepatitis itu sendiri. Menurut beberapa literature (setiawan Dalimarta, 1997, Harsono Salimo, 1994, Nelson, 1998).Virus hepatitis (VH) terdiri dari virus hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC), D (VHD), E (VHE), F (VHF) dan virus hepatitis G (VHG).
Hepatitis A dikenal dengan penyakit kuning dan sering dialami oleh anak remaja. Dapat dicegah dengan menjaga kebersihan. Sedangkan hepatitis B lebih hebat dari penyakit kuning biasa. Penularannya terjadi secara vertical yaitu dari ibu ke anak atau secara horizontal  yaitu dari anak ke anak. Pada saat ibu mnegandung dan menderita hepatitis B kemungkinan saat lahir anak akan mengidap hepatitis B, selain itu juga saat menyusui ASI yang diminum anak juga dapat menularkan penyakit tersebut. Selain itu juga dari orang yang menderita hepatitis B setelah mendapat transfusi darah yang mengandung penyakit hepatitis B. Virus hepatitis C (VHC) merupakan virus enveloped RNA/DNA berantai tunggal yang sebelumnya dikenal sebagai penyebab hepatitis non A dan B (NANB) pasca transfusi. Virus hepatitis D (VHD) disebut juga antigen delta yang merupakan RNA atau DNA yang tidak sempurna, yang dapat dijumpai pada penderita hepatitis B akut atau pada penderita kronis. Virus hepatitis E (VHE) merupakan virus RNA yang merupakan virus non A non B yang menular lewat makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan tinja. Virus hepatitis F merupakan alternatif jika ada penderita hepatitis kronis non B-non C. Penularannya melalui transfusi darah. Penularan penyakit ini banyak yang melalui hubungan seksual. Golongan homoseksual mempunyai resiko tinggi terkena penyakit ini.
VHB terdiri atas bagian luar (kulit) yang mengandung anti gen permukaan yang disebut dengan hepatitis B Surface Antigen (hbsag) dan bagian dalam (inti) yang mengandung antigen ini yang disebut hepatitis B core antigen (hbcag). Di dalam inti virus terdapat rangkaian asam inti yang disebut deoxyribonucleic acid (DNA). DNA mengatur pembentukan antigen virus, termasuk hbsag.
Para pasien yang tubuhnya mengandung hbsag, anti hbs tidak memerlukan vaksinasi. Di indonesia jumlah golongan ini berkisar antara 9,14%-35% dengan rata-rata 22%. Itu berarti ada 78% yang memerlukan vaksinasi. Vaksin ini dilakukan tiga kali. Sebelum vaksin harus dilakukan pemeriksaan darah. Vaksin hepatitis B sampai saat ini masih terbaik untuk mencegah infeksi virus hepatitis B. Vaksin hepatitis B dibuat dari serum darah manusia yang mengandung hbsag (Gunawan, 2003).

D.    Peran Guru PLB dalam Imunisasi dan Pencegahan Kecacatan
Dalam kaitanya dengan imunisasi dan pencegahan kecacatan, seorang guru PLB dapat mengaktualisasikan dirinya dalam hal:
1.    Sebagai pembimbing dan penasehat atau penerang masyarakat tentang arti pentingnya imunisasi bagi kesehatan dan pencegahan kelainan
2.    Sebagai pelaku pekerja rutin sebagai kader-kader tempat pelayanan imunisasi seperti di pos PIN dan Posyandu
3.    Sebagai peneliti dan pengembang layanan imunisasi dan pencegahan kelainan
4.    Sebagai konsultan dalam kaitannya dengan pencegahan kelainan dan cacat.
Peran-peran Guru tersebut dapat dilaksanakan pada lingkungan keluarga, dilingkungan sekolah dan masyarakat.

Daftar Pustaka

Salim, Abdul. 2006 . Pediatri dalam Pendidikan Luar Biasa . Jakarta : DIKTI


0 komentar:

Posting Komentar

www.ayeey.com www.resepkuekeringku.com www.desainrumahnya.com www.yayasanbabysitterku.com www.luvne.com www.cicicookies.com www.tipscantiknya.com www.mbepp.com www.kumpulanrumusnya.com www.trikcantik.net